Bulan Juli lalu, kami sekeluarga jalan-jalan ke Surabaya dengan memakai mobil sendiri. Berhubung waktu perjalanan dari Jakarta ke Surabaya cukup lama, kami sepakat untuk berhenti dan menginap di Semarang.
Dengan berbekal peta pulau Jawa dan print-out hasil browsing yang berisi nama-nama hotel, rekomendasi hotel dan tempat-tempat menarik, kami berangkat.
Di Semarang, sebenarnya kami tidak berniat jalan-jalan, niatnya benar-benar mau istirahat dan segera berlanjut ke Surabaya. Tapi begitu mendengar kami mampir di Semarang, anakku ribut minta untuk melihat gedung Lawang Sewu. Terutama mba Hani anak sulungku, penasaran dengan bangunan ini, karena membaca mengenai kisah-kisah seram seputar bangunan tersebut. Aku sebenarnya gak terlalu tau mengenai gedung ini, tapi kalau melihat gedung-gedung tua, aku dan suamiku sangat menyukainya, karena arsitekturnya sering unik.
Kebetulan sekali, hotel tempat kami menginap, letaknya satu jalan dengan gedung Lawang Sewu. Untuk memuaskan rasa ingin tahu anakku dan juga aku sendiri, akhirnya kami niatkan untuk mengunjungi gedung tersebut pagi-pagi sekali sebelum pergi ke Surabaya. Dengan berjalan kaki, kami datang ke gedung tersebut. Dilihat dari luar pagar, memang gedung ini tampak menarik karena pintunya yang memang banyak (sesuai namanya Lawang Sewu alias Pintu Seribu). Ternyata memang kami datang terlalu pagi, sehingga gedung tersebut belum dibuka dan belum ada petugas Akhirnya kami masuk melalui pagar samping yang memang terbuka karena ada orang yang mempunyai bangunan kecil di belakang gedung (mungkin salah satu penjaga).
Sedikit bingung juga, karena di halaman depan ada locomotif kereta api. Saya pikir, apa hubungannya gedung ini dengan kereta api. Ternyata pernah menjadi gedung Jawatan Kereta Api, sesuai info yang aku dapat dari Wikipedia.
“Bunda, gedung ini angker” kata anakku. ‘Orang paling seneng melebih-lebihkan, mungkin kalau gedungnya dirawat dengan baik, penampilannya tidak akan seram’, sahutku. Kata anakku lagi ‘Mbak sering baca cerita-cerita seram mengenai gedung ini, katanya dibawah ada penjara bawah tanah dan banyak napi yang meninggal disitu”. Pantes, anakku tertarik, ternyata ada kisah-kisah yang membuatnya penasaran.
Tentu saja kalau bagi aku pribadi, bukan masalah seramnya yang menarik tapi penampilan gedung itu sendiri. Dengan pintunya yang banyak dengan model yang sama, kesannya seperti asrama. Model pintunya juga unik, memakai krepyak. Gedung ini mempunyai dua sisi yang sama, dengan bentuk sisi kiri dan kanan yang identik. Tapi selain gedung utama tersebut ada lagi gedung tambahan di samping dan belakang yang terpisah, dengan model yang sama, hanya terdiri dari satu baris. Di gedung tempat pintu masuk utama, ada jendela dengan kaca patri yang tinggi, gambarnya sendiri aku kurang jelas (tapi aku posting juga gambar kaca patri di gedung yang cukup jelas, dari jepretan seseorang). Aku mengambil foto sebisanya, karena kameraku jenis pocket biasa.
Karena tidak ada penjaga, kami hanya melihat-lihat sendiri, tanpa tau sejarah gedung tersebut (belum sempat baca). Anehnya setiap ruangan ada pintu penghubungnya, jadi ruangannya tidak total terpisah oleh tembok. Informasi dari suamiku, gedung tersebut sering juga dijadikan tempat pameran. Tapi kenapa kurang bersih dan terawat ya, …, pikirku, kalau dirawat dengan ‘proper’, aku yakin gedung ini akan indah sekali dan pantas dijadikan landmark kota Semarang.
‘Serem ya bunda’, komentar mba Hani. ‘Apanya yang serem, mungkin kalau malam agak seram, karena suasana yang sepi dan gelap’, tambahku. ‘Ya sudah, bunda foto-foto saja, siapa tau ada penampakan’ kata Ario anak keduaku. ‘Hahaha, ok deh bunda fotoin’…….aku jadi geli, mendengar pendapat anakku yang sudah terkontaminasi cerita-cerita seram dari kakaknya. Disini, aku posting beberapa foto, tapi bukan cuma gedungnya saja, kami juga numpang narcis……seperti biasa……. Lain kali, kalau ada waktu lebih banyak, kami ingin berkunjung kembali ke gedung itu, untuk melihat lebih banyak.
Ini cerita yang aku kutip dari Wikipedia mengenai gedung ini.
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1903 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaranTugu Muda yang dahulu disebut Wilhelmina Plein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu). Ini dikarenakan bangunan tersebut memilikipintu yang banyak sekali (dalam kenyataannya pintu yang ada tidak sampaiseribu, mungkin juga karena jendelabangunan ini tinggi dan lebar, masyarakat juga menganggapnya sebagai pintu).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945) di gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Apimelawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarangdengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan yang berusia 100 tahun tersebut kosong dan bereputasi buruk sebagai bangunan angker dan seram. Sesekali digunakan sebagai tempatpameran, di antaranya Semarang Expo dan Tourism Expo.Pernah ada juga wacana yang ingin mengubahnya menjadi hotel. Pada tahun 2007, bangunan ini juga dipakai untuk film dengan judul yang sama dengan bangunannya.
Foto kaca patri dari http://www.igougo.com/photos/journal_photos/sem_nis_window.jpg
Foto Lawang Sewu lama dari :
http://media.photobucket.com/image/lawang%20sewu/java_89/LawangSewu.jpg
*pernah diposting di triajita multiply*